Selamat Datang Kawan

"Aku mengamati semua sahabat, dan tidak menemukan sahabat yang lebih baik daripada menjaga lidah. Saya memikirkan tentang semua pakaian, tetapi tidak menemukan pakaian yang lebih baik daripada takwa. Aku merenungkan tentang segala jenis amal baik, namun tidak mendapatkan yang lebih baik daripada memberi nasihat baik. Aku mencari segala bentuk rezki, tapi tidak menemukan rezki yang lebih baik daripada sabar." Khalifah Umar

Resapi

Orang yang luar biasa itu sederhana dalam ucapan, tetapi hebat dalam tindakan (Confusius)
Sukses seringkali datang pada mereka yang berani bertindak, dan jarang menghampiri penakut yang tidak berani mengambil konsekuensi. (Jawaharlal Nehru)

Orang yang bahagia bukanlah orang pada lingkungan tertentu, melainkan orang dengan sikap-sikap tertentu. (Hugh Downs)
Semua yang dimulai dengan rasa marah, akan berakhir dengan rasa malu. (Benjamin Franklin)

Tentang Penulis

Foto Saya
tentangsastra.com
Lulusan Sastra Indonesia UPI, Sekarang sedang melanjutkan pendidikan ke S2 UPI Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia.
Lihat profil lengkapku
Diberdayakan oleh Blogger.

Pengikut

Senin, 11 Oktober 2010
Oleh : Ucu, S.S
 I.          Karya Sastra dan Upaya Pengkajiannya
Sastra adalah hasil dari suatu kegiatan kreatif yang memadukan unsur estetika dan komunikatif  yang berisikan ide, pemikiran dan gagasan dari pengarang. Dalam perspektif kemasyarakatan sastra merupakan sebuah budaya yang saling mengisi dengan kehidupan manusia. Oleh karena itu sastra berperan penting dalam kehidupan kemanusiaan, peran tersebut dalam diejawantahkan ke dalam berbagai bidang kehidupan manusia, baik ekonomi, sosial, politik maupun lainnya.
A Teeuw menerangkan bahwa karya sastra merupakan hasil endapan pikiran yang tidak mungkin lahir dari kekosongan budaya, dalam artian hanya masyarakat yang berbudaya yang dapat menghasilkan karya sastra.
Berbicara mengenai upaya pengkajian sebuah karya sastra, Frederik Eagles (dalam Terry Eagleton, Marxisme dan kritik sastra, 2001) mengemukakan bahwa seni (sastra) jauh lebih kaya dan sulit dipahami, dibanding dengan teori politik maupun ekonomi. Seni (sastra) tidak semata-mata ideologis   Untuk itu, maka intensitas  pengkajian karya sastra harus terus mendapat kesempatan yang lebih banyak guna mengembangkan pemahaman terhadap karya sastra tersebut maupun penggunaan teori pengkajiannya.
II.         Beberapa pendekatan dalam Pengkajian Karya Sastra
Berdasarkan pada penelitian yang dilakukan Abrams, maka dapat dikemukakan ada empat kerangka orientasi dalam mengkaji sebuah karya sastra. Pertama orientasi pada realitas (semesta) yang disebut sebagai teori kritik mimetic. Teori ini bermula dari Plato dan dominan digunakan pada abad ke-18. Kedua, teori yang berorientasi pada audiens yang disebut sebagai teori kritik pragmatik. Teori ini bermula dari kritikus Horace dan dominan pada abad ke-18. Ketiga, teori yang berorientasi pada pengarang yang kemudian menimbulkan kritik ekspresif. Teori ini bermula dari wordworth dan dominan pada abad ke-19. Keempat, teori yang berorientasi pada karya sastra sebagai objek yang otonom. Teori ini melahirkan teori kritik objektif dan bermula pada akhir abad ke-19 oleh Emanuel kant sampai abad ke-20 oleh TS Eliot.yang kemudian diperdalam oleh kelompok formalis Rusia.
Dalam penelitian sastra kaum formalis tersebut cenderung lebih menganalisis peralatan-peralatan (device) dan prinsip-prinsip pembangun yang membuat suatu teks karya sastra. Dengan keberadaan tersebut, maka dalam kaum ini terjadi perkembangan pemahaman dari formalisme ke strukturalisme.
III.        Strukturalisme Genetik
Faruk dalam bukunya Strukturalisme Genetik dan Epistemologi Sastra menerangkan bahwa karya sastra adalah objek manusiawi, fakta kemanusiaan atau fakta kultural yang merupakan hasil ciptaan manusia dan memiliki eksistensi yang khas. Sastra memiliki perbedaan dari fakta kemanusiaan lainnya, seperti sistem sosial, sistem ekonomi, sistem politik, sistem seni seperti seni suara, seni rupa dan lainnya. Bila sistem kemanusiaan lain tersebut sering kali dianggap sebagai satuan yang dibangun dari sistem antar tindakan, maka karya sastra dibangun oleh hubungan antar tanda dan makna, antara ekspresi dan pikiran.
Sebagai sebuah sistem kemanusiaan sastra pula memiliki kesadaran individu dan kesadaran kolektif terhadap keadaan yang sedang berlangsung di masyarakat. Dengan keberadaan tersebut, maka memahami/ mengkaji sebuah karya sastra kurang begitu sempurna bila dilihat dari unsur intrinsiknya saja, seperti alur, pengaluran, penokohan, latar, penceritaan dan lainnya, melainkan perlu juga dilihat dari unsur ekstrinsiknya pula, seperti 1) Biografi, kehidupan sosial budaya pengarang sebagai bagian dari komunitas sosial yang di dalamnya termasuk motivasi pengarang, 2) latar belakang sosial dan sejarah yang turut mengondisikan penciptaan karya sastra tersebut yang di dalamnya termasuk fakta-fakta kemanusiaan dari sistem sosial, sistem politik, sistem ekonomi dan sistem budaya 3) latar belakang penerbit dalam menerbitkan karya sastra tersebut, kondisi ini dikenal dengan pemahaman yang berdasarkan pada teori strukturalisme-genetik.
Teori strukturalisme-genetik dipelopori oleh Lucien Goldman, seorang pemimpin disiplin ilmu kritik Marxis dengan “Neo Hegelian” berkebangsaan Rumania. Berkenaan dengan teorinya tersebut dalam buku yang ditulis oleh Faruk Pengantar Sosiologi Sastra Dari Strukturalisme Genetic Hingga Post Modernime, Goldman menyatakan bahwa karya sastra merupakan sebuah struktur, akan tetapi struktur itu bukan merupakan hal yang statis, melainkan produk dari proses sejarah yang terus berlangsung, proses strukturasi, dan destrukturasi yang hidup dan dihayati oleh masyarakat asal karya sastra yang bersangkutan, dalam hal ini adanya interaksi antar subjek pencipta karya sastra tersebut, masyarakat serta kondisi-kondisi yang terjadi baik sosial, politik, budaya, ekonomi dan lainnya sehingga menghasilkan pandangan dunia (world view).  Berikut penulis gambarkan bagan analisis strukturalisme-genetik:
Berdasarkan pada bagan di atas, dalam upaya mengkaji sebuah karya sastra melalui pendekatan strukturalisme genetik dapat kita ketahui bahwa:

  1. Pada tahap pertama, sebagai sebuah pendekatan struktural, maka dilakukan pengkajian terhadap struktur intrinsik terhadap karya sastra tersebut, seperti  alur, pengaluran, penokohan dan latar.
  2. Pada tahap kedua, sebagai sebuah proses strukturasi, dan destrukturasi yang hidup dan dihayati oleh masyarakat asal karya sastra yang bersangkutan, maka dikemukakan pandangan sosial masyarakat dan pengarang.
  3. Yang kemudian pada tahap ketiga, sebagai keberlanjutan tahap kedua, kondisi eksternal sebagai penjabaran dari genetika pengarang yang tertuang dalam upaya pengkajian biografi pengarang, motivasi pengarang maupun penerbit, kecenderungan aliran karya sastra tersebut dan kondisi sosial politik yang turut mengondisikan pembuatan karya sastra tersebut yang pada akhirnya kita mendapatkan pandangan dunia (world vision).
Berdasarkan pada konsep di atas, Goldman memiliki anggapan bahawa teori strukturalisme-genetik ini sahih bila dipergunakan terhadap karya sastra yang dianggap besar, karena karya sastra besar memiliki konsep strukturasi dan pandangan dunia yang memiliki koherensi baik deef structure maupun surface structure. Sedangkan untuk karya sastra yang dibuat oleh pengarang biasa hanya mencerminkan periode historis dan karya sastranya hanya memiliki nilai dokumenter saja.





DAFTAR PUSTAKA


Damono, Sapardi Joko,1979. Sosiologi Sastra Sebuah Pengantar. Jakarta: Depdikbud.
Eagleton, Terry, 2001. Marxisme dan Kritik Sastra. Jakarta: Jendela
Faruk, 1988. Strukturalisme Genetic dan Epistemology Sastra. Yogyakarta : PD Lukman Offset.
Faruk, 1999. Pengantar Sosiologi Sastra Dari Strukturalisme Genetic Hingga Post Modernime. Jakarta: Pustaka Pelajar
Jabrohim, 2001. Metode Penelitian Sastra, Yogyakarta : Hanindita