Selamat Datang Kawan

"Aku mengamati semua sahabat, dan tidak menemukan sahabat yang lebih baik daripada menjaga lidah. Saya memikirkan tentang semua pakaian, tetapi tidak menemukan pakaian yang lebih baik daripada takwa. Aku merenungkan tentang segala jenis amal baik, namun tidak mendapatkan yang lebih baik daripada memberi nasihat baik. Aku mencari segala bentuk rezki, tapi tidak menemukan rezki yang lebih baik daripada sabar." Khalifah Umar

Resapi

Orang yang luar biasa itu sederhana dalam ucapan, tetapi hebat dalam tindakan (Confusius)
Sukses seringkali datang pada mereka yang berani bertindak, dan jarang menghampiri penakut yang tidak berani mengambil konsekuensi. (Jawaharlal Nehru)

Orang yang bahagia bukanlah orang pada lingkungan tertentu, melainkan orang dengan sikap-sikap tertentu. (Hugh Downs)
Semua yang dimulai dengan rasa marah, akan berakhir dengan rasa malu. (Benjamin Franklin)

Tentang Penulis

Foto Saya
tentangsastra.com
Lulusan Sastra Indonesia UPI, Sekarang sedang melanjutkan pendidikan ke S2 UPI Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia.
Lihat profil lengkapku
Diberdayakan oleh Blogger.

Pengikut


RANGKUMAN HASIL TERJEMAHAN  
BAB I HISTORY OF SEMIOTICS,  BUKU HANDBOOK OF SEMEOTICS KARYA  WINFIED NOTH
 Oleh: Ucu, S.S

1.         Sejarah Semiotika
Semiotika atau semiologi merupakan terminologi yang merujuk pada ilmu yang sama. Istilah semiologi lebih banyak digunakan di Eropa, sedangkan semiotik lazim dipakai oleh ilmuwan Amerika. Semiotika berasal dari bahasa Yunani, yaitu semeion yang mengandung pengertian ‘tanda’ atau dalam bahasa Inggris sign yang mengandung pengertian ‘sinyal’. Semiotika dikenal sebagai ilmu yang mempelajari sistem tanda, seperti bahasa, kode, sinyal, dan ujaran manusia. Semiotika juga mengandung pengertian ilmu yang menyinggung tentang produksi tanda-tanda dan simbol-simbol sebagai bagian dari sistem kode yang digunakan untuk menyampaikan informasi kepada orang lain. Semiotika mencakup tanda-tanda visual dan verbal yang dapat diartikan, semua tanda atau sinyal yang bisa dimengerti oleh semua pancaindra kita sebagai penutur maupun petutur.
Dalam konteks semiotika, setiap tindakan komunikasi dianggap sebagai pesan yang dikirim dan diterima melalui beragam tanda berbeda. Berbagai aturan kompleks yang mengatur kombinasi pesan-pesan ini ditentukan oleh berbagai kode sosial. Berdasarkan hal tersebut, seluruh bentuk ekspresi yang mencakup seni musik, film, fashion, makanan, kesusastraan dapat dianalisis sebagai sebuah sistem tanda.

2.         Tahap Perkembangan Semiotika dari Masa ke Masa
            Perkembangan semiotika sudah dimulai dari zaman kuno, abad pertengahan, zaman renaissance, dan memasuki zaman modern. Adapun perkembangan semiotika tersebut, penulis jabarkan sebagai berikut:
a.                  Zaman Kuno
Para ahli semiotika yang hidup pada zaman kuno ini antara lain Plato (427-347 SM), Aristoteles (384-322 SM), kaum Stoic (300-200 SM), dan kaum Epicureans (300 SM-abad pertama Masehi).
1)           Plato (427-347 SM)
Menurut Plato, semiotika adalah tanda-tanda verbal alami atau yang bersifat konvensional di antara masyarakat tertentu, hanyalah berupa representasi tidak sempurna dari sebuah ide, kajian tentang kata-kata tidak mengungkap hakikat objek yang sebenarnya karena dunia gagasan tidak berkaitan erat dari representasinya yang berbentuk kata-kata, dan pengetahuan yang dimediasi oleh tanda-tanda bersifat tidak langsung  dan lebih rendaah mutunya dari pengetahuan yang langsung.
2)           Aristoteles (384-322 SM)
Semiotika menurut Aristoteles adalah tanda-tanda yang ditulis berupa lambang dari apa yang diucapkan, bunyi yang diucapkan adalah tanda dan lambang dari gambaran atau impresi mental. Gambaran atau impresi mental adalah kemiripan dari objek yang sebenarnya, dan gambaran mental tentang kejadian atau objek sama bagi semua manusia tetapi ujaran tidak.
3)           kaum Stoic (300-200 SM)
Menurut Bochenski (1669), Kaum Stoic memiliki pemikiran  mengenai teori tentang tanda yang mengaitkannya pada tiga komponen pembentuknya, yaitu material atau penanda (signier), makna atau petanda (signified), dan objek eksternal. Penanda dan objek didefinisikan sebagai entitas material, sedangkan makna  dianggap sebagai sesuatu yang diinkorporasikan atau dimasukan ke dalamnya. Tanda dibagi menjadi tanda commemorative dan indicative.
4)           kaum Epicureans (300 SM-abad pertama Masehi)
Teori yang terkenal dari kaum ini adalah epistemiologi materialistis, yaitu segala sesuatu yang kita rasakan adalah kesan yang diperoleh pikiran kita lewat gambaran atom dari permukaan suatu objek yang nyata, atau dengan kata lain dari materi ke konsep. Jadi, bahwa tanda sebagai data alamiah mempresentasikan sesuatu yang tak dapat dilihat atau ditangkap secara indrawi.

b.                  Abad Pertengahan
Ciri utama pada zaman abad pertengahan adalah masa keemasannya filusuf Kristiani, terutama Kaum Patristik dan Skolastik. Pada abad ini perkembangan filsafat bahasa meuju pada dua arah, yaitu dengan ditentukannya gramatika  sebagai pilar pendidikan bahasa Latin serta bahasa Latin sebagai titik pusat seluruh pendidikan. Kedua, sistem pemikiran dan pendidikan filosofis pada saat itu sangat akrab dengan Teologi, maka analisis filosofis diungkapkan melalui analisis bahasa.
Pendidikan abad pertengahan dibangun dalam tujuh sistem sebagai pilar utamanya dan bersifat liberal. Ketujuh dasar pendidikan liberal tersebut dibedakan atas Trivium (tata bahasa, logika, serta retorik) dan Quadrivium (aritmatika, geometrika, astronomi, dan musik).
c.                  Masa Renaissance
Renaissance mengandung pengertian  ‘dilahirkannya kembali’. Secara historis Renaissance adalah sebuah gerakan yang meliputi suatu zaman di mana orang merasa dirinya telah dilahirkan kembali dalam suatu keadaban. Masa Renaissance ditandai dengan adanya usaha untuk menghidupkan kembali kebudayaan Yunani-Romawi.
Pada masa Renaissance keberadaan teori mengenai tanda tidak mengalami inovasi yang berarti. Hal ini dikarenakan bahwa sebagian besar penelitian mengenai semiotika masih merupakan bagian dari perkembangan linguistik pada masa sebelumnya.
d.                  Zaman Modern
Perkembangan dari zaman kuno hingga Renaissance adalah zaman modern. Perkembangan yang penting pada zaman ini adalah mulai timbulnya ilmu pengetahuan alam modern berdasarkan metode eksperimental dan matematis. Adapun perkembangan filsafat pada zaman ini ditandai dengan hadirnya masa Aufklarung.
Pada zaman modern ini, muncullah berbagai tokoh pemikir yang mampu mengubah dunia terutama yang kemudian dikembangkan pada ilmu pengetahuan. Dalam kaitan dengan kebahasaan, pada zaman ini juga lahir filsafat analitika bahasa. Beberapa aliran yang muncul pada zaman ini, yaitu aliran rasionalisme, tokoh terkenalnya René Descartes (bapak filsafat modern), Aliran empirisme dengan tokohnya Thomas Hobbes, John Locke, dan David Hume. Aliran kritisisme Immanuel Kant serta August Comte sebagai pendiri paham positivisme.

3.         Tokoh-tokoh Semiotika
a.                  Charles Sanders Peirce
Peirce menciptakan teori umum untuk tanda-tanda. Dia menyebut tanda dengan representament. Apa yang dikemukakan oleh tanda disebutnya object. Jadi, suatu tanda mengacu pada suatu acuan dan representasi seperti itu adalah fungsinya yang utama. Selain itu adalah tanda diinterpretasikan. Hal ini menandakan bahwa setelah dihubungkan dengan acuan, dari tanda yang orisinal berkembang suatu tanda baru yang disebut interpretant. Berdasarkan dari hal tersebut, tanda selalu terdapat dalam hubungan trio yaitu, ground, acuan, dan interpretant-nya.
Dalam ilmu semiotika, gagasan Peirce yang paling terkenal adalah trikotomi tanda, antara lain:
1)           trikotomi pertama, meliputi qualisign, sinsigns, dan legisigns;
2)           trikotomi ke dua, meliputi ikon, indak, dan simbol; dan
3)           trikotomi ke tiga, meliputi rheme, dicent/ dicisign, dan argument.
b.                  Charles William morris
Morris dikenal sebagai pelopor semiotika klasik. Dia mengembangkan tipologi tanda sebagian berdasarkan pragmatik, sebagian lain berdasarkan kriteria semantik.
Ilmu tanda menuru Morris memiliki cakupan yang luas, terbentang mulai dari bahasa hingga pada komunikasi binatang. Morris sependapat dengan Peirce dalam hal tanda, bahwa tanda hanya dapat diinterpretasikan sebagai tanda bila diinterpretasikan sebagai tanda pula.
c.                  Ferdinand De Saussure
Konsep dikotomis (Langue-Parole) sangat penting dalam pemikiran beliau dan pasti telah membawa suatu perubahan besar bagi linguistik sebelumnya. Langue adalah abstraksi dan artikulasi bahasa pada tingkat sosial budaya. Parole adalah ekspresi bahasa pada tingkat individu. Saussure juga mengungkapkan adanya dua hubungan dalam semiotika, yaitu penanda (signifier) dan petanda (signified).
Signifier (penanda) adalah bunyi yang bermakna atau coretan yang bermakna. Penanda adalah aspek material dari bahasa. Sedangkan signified (petanda) adalah gambaran mental, pikiran, atau konsep. Jadi petanda adalah aspek mental dari bahasa.
Pemikiran lain dari Saussure adalah analisi sistem tanda sinkroni dan diakroni. Sistem tanda sinkroni adalah analisis sistem tanda pada suatu titik waktu tertentu, terlepas dari sejarahnya. Sedangkan sistem analisis diakroni adalah analisis yang mempelajari evaluasi sistem tanda dalam pengembangan sejarah.
Ada lima pandangan dari Saussure yang kemudian hari menjadi pelatak dasar teori strukturalisme Levi-Strauss, yaitu: 1) signifier (penanda), signified (petanda), 2) form (bentuk), content (isi), 3) langue (bahasa), parol (tuturan, ujaran), 4) synchronic (sinkronik), diachronic (diakronik), dan 5) syntagmatic (sintagmatik), associative (paradigmatik).  
d.                  Lois Hjlemsleve
Hjlemsleve adalah salah seorang tokoh linguistik yang berperan dalam pengembangan semiotika pasca Saussure. Hjlemsleve membagi tanda ke dalam expression substance dan content substance, dua istilah yang sejajar dengan penanda (signifier) dan petanda (signified) dari Saussure.
Hjlemsleve mengatakan bahwa sebuah semiotika denotatif adalah sebuah semiotika di mana bidangnya bukanlah semiotika, sedangkan semiotika konotatif adalah sebuah semiotika di mana bidangnya bersifat semiotika. Meskipun begitu, sebenarnya tidak hanya demikian yang berlangsung, karena peristiwa ini disebut “metasemiotika”.
e.                  Roman Jakobson
Analisis Jakobson atas bahasa mengambil ide dari Saussure yang menyatakan bahwa bahasa atau struktur bahasa bersifat diferensial. Jakobson memandang bahwa bahasa memiliki enam macam fungsi, yaitu 1) fungsi referensial, 2) fungsi emotif, pengungkap keadaan pembicara, 3) fungsi konatif, pengungkap keinginan pembicara yang langsung atau segera dilakukan atau dipikirkan oleh penyimak, 4) fungsi metalingual, penerangan terhadap sandi atau kode yang digunakan, 5) fungsi fatis, pembuka, pembentuk, pemelihara hubungan atau kontak antara pembicara dengan penyimak, 6) fungsi puitis, penyandi pesan. Ia pula yakin bahwa fungsi utama dari suara dalam bahasa adalah untuk memungkinkan manusia untuk membedakan unit-unit semantk, unit-unit yang bermakna, dan dilakukan dengan mengetahui ciri-ciri pembeda dari suatu suara yang memisahkannya dengan ciri-ciri suara yang lain.